Rabu, 31 Agustus 2016

Baca Online Light Novel Sword Art Online Jilid 1 : Aincrad Bab 13

                                  Bab 13


Area tempat tinggal yang baru dibuka di lantai tujuh puluh lima adalah sebuah kota yang mengingatkan kita terhadap kota kuno Roma. Menurut peta, namanya adalah «Collinia». Seluruh kota sudah dipenuhi dengan aktivitas, berkat sejumlah besar petarung dan pedagang yang telah menetap, serta orang-orang lainnya yang tidak ikut dalam menyelesaikan permainan tetapi datang untuk melihat-lihat. Puncak dari semua itu, acara spesial yang langka akan diselenggarakan disini hari ini, sehingga tamu-tamu telah mengalir keluar dari gerbang teleport sejak pagi ini.
Kota tersebut sebagian besar dibangun dari batu bata dari kapur putih. Satu bangunan mencolok diantara bangunan-bangunan seperti candi dan saluran-saluran air yang lebar kota itu; bangunan itu merupakan coloseum besar yang menjulang didepan gerbang alun-alun. Tempat tersebut sempurna untuk tempat menyelenggarakan duel antara Heathcliff dan aku. Tapi ...
"Popcorn napas-api hanya dengan sepuluh Coll per-bungkus! Sepuluh Coll! "
"Bir hitam dingin dijual disini~!"
Banyak pedagang menjual barang-barang mereka di depan pintu masuk coliseum, mereka memanggil-manggil kepada penonton yang antri dan menjual minuman-minuman yang tampak aneh.
"... Ini, apa-apaan ini ...?"
Terkejut dengan pemandangan yang ada didepanku, aku hanya bisa bertanya pada Asuna, yang berdiri di sampingku.
"A-aku tidak tahu ..."
"Hei, bukannya itu anggota KoB yang menjual tiket!? Bagaimana bisa hal ini berubah menjadi acara besar seperti ini!? "
"A-aku tidak tahu ..."
"Apa ini tujuan Heathcliff sebenarnya ...?"
"Tidak, aku pikir kepala keuangan, Daigen-san, orang yang ada dibalik hal ini. Dia tidak akan melewatkan kesempatan seperti ini. "
Saat Asuna tertawa, aku hanya melonggarkan bahuku dan merasa benar-benar tak berdaya.
"... Kita pergi saja Asuna. Kita bisa pergi tinggal di sebuah desa kecil dan beberapa ladang di lantai dua puluh."
"Aku setuju saja dengan hal itu, tapi ..."
Asuna lalu menambahkan dengan menggoda
"Kamu akan membuat nama yang be~nar-benar buruk untuk dirimu kalau kamu kabur sekarang."
"Sial ..."
"Yah, itu salahmu sendiri, bukan? Ah ... Daigen-san. "
Ketika aku mengangkat kepalaku, aku melihat seorang pria gemuk yang berjalan terhuyung-huyung ke arah kami, dia begitu lebar sehingga tidak mungkin menemukan orang yang kurang cocok untuk mengenakan seragam merah-putih KoB selain dirinya.
Dengan senyuman lebar menutupi wajah bulatnya, ia mulai berbicara kepada kami
"Makasih ke' Kirito-san kita mendapat banyak uang! Kalau kamu cuma melakukannya setiap bulan sekali aku akan benar-benar bersyukur! "
"Tidak akan!!"
"Ayo, ayo, ruang tunggunya disebelah sini. Ayo, silahkan ke sebelah ini. "
Aku pasrah pada nasibku dan mengikutinya. Aku bahkan tidak peduli lagi tentang apa yang akan terjadi.
Ruang tunggu tersebut adalah ruang kecil yang menghadap ke arena. Setelah Daigen mengantarku ke pintu masuk, dia mengatakan sesuatu tentang menyesuaikan harga taruhan dan pergi menghilang. Aku bahkan tidak punya energi lagi untuk mengumpatnya. Dari ruang tunggu, aku bisa mendengar sorak-sorai tidak jelas yang tidak terhitung jumlahnya diluar. Tampaknya tempat duduk penonton sudah penuh.
Ketika hanya tinggal kami berdua, Asuna memegang telapak tanganku dengan kedua tangannya dan berbicara dengan ekspresi serius.
"... Meskipun ini pertandingan First Strike, akan berbahaya kalau kamu terkena serangan langsung oleh critical-strike yang kuat. Terutama karena banyak jurus pemimpin bahkan yang tidak diketahui, kamu harus meninggalkan pertandingan kalau kamu merasa ada yang salah, mengerti? Aku nggak akan pernah memaafkan kamu kalau kamu melakukan sesuatu yang berbahaya lagi seperti hal yang lalu!"
"Kamu harusnya lebih mengkhawatirkan Heathcliff."
Aku tersenyum dan menepuk kedua bahu Asuna.
Saat pengumuman menyatakan dimulainya duel, kerumunan para penonton mengeluarkan sorak yang menggelegar. Aku menarik kedua pedang yang ada di punggungku sedikit, dan kemudian memasukannya kembali ke dalam sarung pedang yang menghasilkan sebuah dentangan. Setelah itu, aku mulai berjalan menuju lingkaran cahaya persegi di arena.
Bagian tempat duduk yang mengelilingi amfiteater itu penuh sesak dengan orang-orang. Dugaanku setidaknya ada sekitar seribu penonton. Aku bisa melihat Klein dan Agil di baris depan, meneriakkan hal-hal berbahaya seperti "potong-potong dia" dan "bunuh dia."
Aku berjalan ke tengah arena lalu berhenti. Kemudian, siluet merah tua muncul dari ruang tunggu sebaliknya, dan sorakan-sorakan menjadi lebih intens.
Berbeda dengan seragam biasa Knights of Blood, yang merah diatas putih, Heathcliff mengenakan surcoat merah yang sebaliknya. Meskipun dia seperti aku dan hampir tidak memakai baju besi, ia memegang perisai putih-murni, besar, berbentuk salib ditangan kirinya, yang segera menarik perhatianku. Pedangnya kelihatannya disarungkan dalam perisai, karena aku bisa melihat pegangan berbentuk salib menonjol dari bagian atasnya.
Heathcliff berjalan pelan sampai ia berdiri tepat di hadapanku. Dia melirik ke arah kerumunan dan kemudian berbicara dengan senyum pahit.
"Saya harus minta maaf, Kirito-kun. Saya benar-benar tidak tahu bahwa hal ini akan terjadi."
"Aku akan meminta bagian uangku."
"Tidak ... Setelah pertarungan ini Anda akan menjadi bagian dari guild kami. Saya akan menganggap duel ini sebagai salah satu misi dari guild."
Heathcliff kemudian menghapus senyumnya, dan matanya yang berwarna logam mulai memancarkan energi yang meluap. Terintimidasi, aku tanpa sadar mengambil setengah langkah mundur. Pada kenyataannya, kami mungkin berbaring ditempat yang jauh dari satu sama lain, dengan hanya data digital ditukarkan diantara kami. Tapi, aku masih merasa sesuatu yang hanya bisa disebut niat membunuh.
Pikiranku pindah ke keadaan bertarung, dan mataku menerima tatapan Heathcliff secara langsung. Sorakan-sorakan yang ada seolah-olah bergerak menjauh. Sebelum aku menyadari, inderaku sudah mulai bertambah cepat, dan bahkan rasanya warna-warna disekitar telah berubah.
Heathcliff memalingkan tatapannya dan berjalan ke tempat sekitar sepuluh meter jauhnya dariku. Dia kemudian mengangkat tangan kanannya dan memanipulasi layar menu yang muncul tanpa meliriknya. Sebuah pesan duel muncul didepanku. Aku setuju dan mengatur mode ke first strike.
Hitung mundur dimulai. Aku nyaris tidak bisa mendengar teriakan-teriakan disekitarku sekarang.
Darahku mulai memompa lebih cepat. Aku menaklukkan sedikit ragu yang tersisa dan melepaskan keinginanku untuk bertarung. Lalu aku mengeluarkan kedua pedangku pada saat yang sama dari belakang punggungku. Lawanku bukanlah orang yang bisa aku kalahkan kecuali kalau aku serius dari awal.
Heathcliff menarik pedang panjang, tipis dari perisainya, dan kemudian memegangnya dengan mantap saat dia memasuki posisi bertarungnya.
Dia berdiri dengan perisainya mengarah padaku dan sisi kanan tubuhnya menjauh dariku. Aku tidak bisa merasakan kekuatan yang terpaksa dari posisinya. Aku menyadari bahwa mencoba untuk memprediksi gerakannya hanya akan membingungkanku lebih jauh, dan memutuskan untuk langsung maju dan menyerang dengan kekuatan penuh.
Meskipun tidak ada diantara kami yang melirik layar duel, kami berdua langsung menerjang segera setelah pesan «Duel» muncul.
Aku menurunkan posisiku saat aku berlari; tubuhku hampir menggores lantai saat meluncur.
Aku memutar tubuhku tepat sebelum mencapai Heathcliff dan mengayunkan pedang yang ada ditangan kananku ke kiri atas. Serangan itu ditahan oleh perisainya yang berbentuk salib dan menghasilkan beberapa percikan api. Tetapi seranganku adalah bagian dari dua serangan beruntun. Nol koma satu detik setelah serangan pertama, pedang kiri-ku meluncur ke belakang perisai. Itu adalah tipe-menerjang jurus Dual Blades «Double Circular».
Serangan dari kiri dibelokkan oleh pedang panjang-nya; efek lingkaran cahaya-nya berhenti di tengah jalan. Meskipun mengecewakan, langkah ini hanya sinyal untuk memulai pertempuran. Menggunakan kekuatan dari jurus pedang, aku melebar jarak antara kita dan kemudian menerjang pada lawanku lagi.
Kali ini, Heathcliff membalas dengan menerjang menggunakan perisainya. Lengan kanannya tersembunyi dibalik perisainya yang besar berbentuk salib, sehingga sulit untuk dilihat.
"Che!"
Aku berlari ke kanan untuk menghindari serangannya. Kupikir kalau aku berdiri di sisi perisai Heathcliff, aku akan memiliki cukup waktu untuk bereaksi terhadap serangan meskipun aku tidak bisa melihat lintasannya.
Tapi kemudian Heathcliff mengangkat perisainya secara horizontal.
Sword Art Online Vol 01 - 197.jpg
"Haa!!"
Dengan teriakan yang rendah, ia melancarkan serangan menusuk dengan perisainya. Serangannya datang padaku, meninggalkan jejak cahaya putih.
"Ahh!!"
Aku hanya bisa bertahan dengan menyilangkan kedua pedangku. Tubrukan yang kuat itu mengguncang seluruh tubuhku dan mengirimku terbang ke belakang beberapa meter. Aku menusukkan pedang kanan-ku ke dalam tanah untuk menghentikan diriku dari jatuh dan kemudian berbalik di udara sebelum mendarat.
Itu hal yang tidak terduga, tapi tampaknya bahwa perisai itu sendiri juga bisa digunakan sebagai senjata. Mirip dengan Dual Blades dalam beberapa hal. Aku awalnya berpikir bahwa kecepatan seranganku yang sangat cepat akan memungkinkanku untuk menang dalam duel first strike; tapi tampaknya aku salah.
Heathcliff berlari ke arahku, memperdekat jarak diantara kami dan menolak memberiku waktu untuk pulih. Pedang dengan gagang berbentuk salib di tangan kanannya ditusukkan ke arahku dengan kecepatan yang bisa menyaingi Asuna the «Flash».
Saat lawan mulai serangan beruntun-nya, aku hanya bisa menggunakan kedua pedangku untuk bertahan. Sebelum duel, Asuna menjelaskan sebanyak mungkin tentang «Holy Sword»; tetapi tampaknya kursus kilat hanya tidak cukup. Oleh karena itu, aku hanya bisa mengandalkan keputusan sepersekian detik untuk menahan serangan yang masuk.
Setelah menggunakan pedang kiri-ku untuk menangkis serangan keatas terakhir dari serangan beruntun delapan-nya, aku segera mencoba jurus pedang satu-serangan, «Vorpal Strike», dengan tangan kananku.
"Hya ... aaa!!"
Dengan suara metalik seperti mesin jet, jurus pedang itu meninggalkan jejak cahaya merah sebelum menabrak tengah perisai-nya. Rasanya seolah-olah aku telah memukul dinding batu; tapi tanganku tetap bergerak untuk menyelesaikan serangan.
Claang!! Suara tabrakannya berdentang, dan kali ini Heathcliff terdorong kebelakang. Aku tidak bisa benar-benar menembus perisainya, tetapi aku merasakan perasaan berhasil «menembus» pertahanannya. HP Heathcliff telah terkurangi sedikit, tapi tidak cukup untuk memutuskan pertarungan.
Heathcliff mendarat dengan lugas dan memperlebar jarak di antara kami.
"... Kecepatan reaksi yang mengesankan."
"Sepertinya pertahananmu terlalu sempurna ...!!"
Aku menerjang saat mengatakan hal ini. Heathcliff juga mengangkat pedangnya dan mendekat kearahku.
Kami mulai saling bertukar serangan pada kecepatan yang membutakan. Pedangku diblokir oleh perisainya; pedangnya dibelokkan oleh pedangku. Berbagai jejak cahaya yang berbeda warna muncul dan memudar terus menerus disekitar kami, sedangkan suara senjata kami yang beradu mengguncang lantai arena. Sebuah serangan kecil berhasil masuk beberapa kali, dan HP kami berkurang sedikit demi sedikit. Meskipun kedua pemain gagal membuat serangan telak, salah satu akan menang saat HP lawan-nya turun sampai dibawah lima puluh persen.
Tapi aku tidak peduli lagi tentang hal itu. Aku merasakan diriku mempercepat dalam kegembiraan, karena ini adalah pertama kalinya aku menghadapi lawan yang begitu kuat sejak terjebak dalam SAO. Setiap kali inderaku menajam, kecepatan seranganku naik lagi satu tingkat.
Aku masih belum mencapai batasku. Aku masih bisa bertambah cepat. Ikuti aku kalau kau bisa, Heathcliff!!!
Saat aku mengeluarkan setiap kekuatan yang ada padaku, aku tenggelamkan diriku dalam sukacita yang ganas dalam mengayunkan pedangku. Aku pasti sedang tertawa. Sementara pertukaran serangan pedang bertambah intensif, HP dari kedua belah pihak terus menurun sampai hampir mencapai area lima puluh persen.
Saat itu, wajah tenang Heathcliff akhirnya menunjukkan kilatan emosi.
Apa itu? Kegugupan? Aku merasakan kecepatan serangannya menurun sedikit.
"Haaaa!"
Pada saat itu, aku meninggalkan semua pertahanan dan meluncurkan sebuah serangan dengan kedua pedangku: «Starburst Stream». Sisi tajam pedangku bergerak dengan cepat ke arah Heathcliff bagaikan kobaran api dari sebuah surya yang terkemuka.
"Argh ...!"
Heathcliff mengangkat perisai berbentuk salib nya untuk menahan.Tapi aku hanya mengabaikannya dan terus menyerangnya dari kanan, kiri, atas, dan bawah. Sementara itu, responnya menjadi lebih lambat.
-Aku bisa menerobos!!
Aku yakin bahwa serangan terakhir akan menerobos pertahanannya. Dengan perisainya lebih ke arah kanan, seranganku dari kiri melesat ke dalam, menggambar lintasan cahaya. Jika serangan ini masuk, HP-nya pasti akan berkurang drastis sampai dibawah tanda setengah, dan aku akan memenangkan-
Lalu, pada saat itu, seluruh duniaku bergetar.
"-!?"
Bagaimana aku menjelaskannya? Seolah-olah beberapa waktuku telah diambil dariku.
Untuk beberapa persepuluh detik, segala sesuatu di sekitarku terlihat membeku; segalanya kecuali Heathcliff. Perisai yang seharusnya ada di kanan tiba-tiba muncul disebelah kiri, seolah-olah aku sedang menonton video yang berhenti, dan menahan pedangku.
"Ap-!"
Aku tertegun disaat yang fatal setelah serangan kuat tersebut ditahan. Tidak akan mungkin Heathcliff akan kehilangan kesempatan itu.
Pedang panjang ditangan kanannya meluncurkan jurus satu-serangan, yang datang padaku dengan akurasi yang menjijikan yang pasti akan memutuskan pertandingan. Aku jatuh ke tumpukan yang tidak sedap dipandang. Aku bisa melihat pesan sistem ungu, yang mengumumkan bahwa duel berakhir, dengan sudut mataku.
Posisi bertarungku sudah menghilang. Aku hanya berbaring disana, pikiranku kosong, bahkan saat sorak-sorai masuk kedalam kepalaku sekali lagi.
"Kirito!!"
Asuna berlari menghampiri dan mengguncangku kembali ke kesadaranku.
"Ah ... ya ... aku baik-baik saja."
Asuna melihat ekspresi kosong-ku dengan khawatir.
Aku kalah-?
Aku masih tidak bisa percaya hal ini. Kecepatan tidak wajar Heathcliff selama saat-saat akhir telah melewati batas dari pemain- melewati batas dari setiap manusia. Aku bahkan melihat poligon-poligon yang membentuk avatar-nya terdistrosi sesaat karena kecepatan yang mustahil.
Saat aku duduk ditanah, aku mengangkat kepalaku dan menatap wajah Heathcliff.
Tetapi ekspresi pemenang tersebut tampak marah untuk suatu alasan. Paladin merah tersebut menatap kami dengan mata logam-nya, lalu berbalik tanpa kata dan berjalan ke ruang tunggu-nya ditengah-tengah gemuruh sorak-sorai.

Baca Online Light Novel Sword Art Online Jilid 1 : Aincrad Bab 12

                                   Bab 12


to! Kirito!
Asuna memanggil, dengan suara yang hampir seperti jeritan, memaksaku untuk bangun. Saat aku duduk, rasa sakit menusuk kepalaku dan membuat wajahku mengernyit.
"Owww…"
Aku melihat sekeliling dan menyadari kalau kami masih di ruang bos. Pecahan berwarna biru muda masih berterbangan di sekitarku. Sepertinya aku kehilangan kesadaran selama beberapa detik.
Asuna berlutut di lantai, dengan wajahnya berada tepat di depan mataku. Alisnya mengerut, dan dia menggigit bibirnya. Itu terlihat seperti kalau dia akan menangis.
"Kau idiot…! Kenapa…!? "
Dia berteriak, dan kemudian dia memelukku. Ini mengejutkanku hingga membuatku melupakan rasa sakitku sejenak. Aku hanya bisa berkedip karena terkejut.
"…Jangan memeluk aku terlalu keras. Kau akan membuat HPku menghilang. "
Aku berkata dengan nada bercanda, tapi Asuna menanggapinya dengan ekspresi yang benar-benar marah. Dia meminumkan sebuah botol kecil ke dalam mulutku. Cairan yang mengalir merupakan potion berkualitas tinggi yang rasanya seperti campuran dari jus lemon dan teh hijau. Itu akan menyembuhkan HPku sepenuhnya dalam waktu lima menit, tapi kelelahanku akan bertahan agak lama.
Asuna memeriksa untuk memastikan kalau aku telah meminum semuanya. Kemudian, ketika wajahnya mulai mengerut, dia menyandarkan kepalanya ke bahuku untuk menyembunyikannya.
Aku mengangkat kepalaku ke arah suara langkah kaki yang terdengar dan melihat Klein mendekat. Dia terlihat agak merasa bersalah karena mengganggu kami, tetapi dia tetap mulai berbicara .
"Kami sudah selesai menyembuhkan semua sisa anggota The Army, tapi Cobert dan dua anak buahnya telah meninggal…"
"…Ya. Ini pertama kalinya seseorang meninggal dalam pertarungan melawan boss sejak lantai 67…"
"Itu bahkan tidak bisa disebut sebagai pertarungan. Cobert idiot itu… Kau tidak bisa melakukan apapun jika kau mati ... "
Klein meludah. Lalu ia menarik napas panjang, menggelengkan kepalanya, dan bertanya padaku untuk mengubah mood.
"Tapi kembali ke topik, apa-apaan barusan itu!?"
"...Apakah aku harus menjelaskan hal itu kepadamu?"
"Tentu saja! Aku belum pernah melihat hal seperti itu sebelumnya! "
Tiba-tiba aku menyadari bahwa selain Asuna, semua orang yang berada di dalam ruangan menatapku, menunggu jawaban dariku.
"... Ini adalah sebuah skill ekstra: <Dual Blades>"
Ekspresi takjub terlihat dari anggota grup Klein dan sisa dari The Army yang selamat.
Semua weapon skill harus dipelajari dengan urutan tertentu tergantung jenisnya. Contohnya misalnya pedang, kau harus melatih skill one-handed straight sword sedikit sebelum <Rapier> dan <Two-Handed Sword> muncul di daftar skill.
Tentu saja, Klein tertarik, dan ia mendesakku untuk memberitahu sisanya.
"Jadi apa syarat yang harus dipenuhi adalah?"
"Aku pasti sudah menyebarkannya jika aku tahu itu."
Saat Aku menggeleng, Klein menghela napas dan bergumam.
"Kau benar…"
Weapon skill yang tidak memiliki syarat yang jelas untuk muncul disebut skill ekstra. Mereka bahkan kadang-kadang disebut syarat acak. Contohnya <Katana> Klein. Tapi <Katana> tidak terlalu jarang dan sering muncul selama kau terus melatih skill Curved Sword (Pedang Lengkung).
Sebagian besar sepuluh lebih skill ekstra yang telah ditemukan sampai sekarang, termasuk <Katana>, paling sedikit ada sepuluh orang yang menggunakan mereka. Kecuali <Dual Blades>ku dan satu skill ekstra yang lain.
Sepertinya kedua skill itu dibatasi hanya untuk satu orang, jadi mereka bisa disebut sebagai <Unique Skill>. Aku telah menyembunyikan keberadaan Unique Skill ku sampai sekarang. Tapi mulai hari ini, berita bahwa aku adalah pengguna Unique Skill yang kedua akan menyebar ke seluruh dunia. Tidak mungkin aku bisa menyembunyikannya setelah menggunakannya di depan begitu banyak orang.
"Aku kecewa Kirito. Kau bahkan tidak bisa mengatakan padaku bahwa kau mempunyai skill yang mengagumkan. "
"Aku sudah akan memberitahumu jika aku tahu kondisi untuk membuat itu muncul. Tapi aku benar-benar tidak tahu pikir bagaimana hal itu terjadi. "
Aku menjawab keluhan Klein dengan mengangkat bahu.Tidak ada sedikit pun kebohongan pada apa yang aku katakan. Sekitar setahun yang lalu, aku membuka jendela kemampuanku suatu hari dan menemukan nama <Dual Blades> muncul di sana. Aku benar-benar tidak punya petunjuk tentang kondisi apa untuk membuatnya muncul.
Sejak itu, aku hanya melatihnya saat tidak ada orang di sekitar. Bahkan setelah aku hampir menguasainya, aku jarang menggunakannya terhadap monster kecuali keadaan darurat. Selain menggunakannya untuk melindungi diri dalam bahaya, aku hanya tidak suka jenis skill ini karena terlalu menarik perhatian.
Aku bahkan berpikir bahwa akan lebih baik jika pengguna lain Twin Blades muncul ---
Aku menggaruk daerah sekitar telingaku dan bergumam.
"... Jika itu menjadi diketahui bahwa aku punya seperti skill langka, tidak hanya orang akan menggangguku untuk informasi ... mungkin menarik jenis masalah lain juga ..."
Klein mengangguk.
"Gamer Online mudah cemburu. Aku tidak akan karena aku seorang pria pengertian, tapi pasti ada banyak orang iri. Belum lagi ... "
Klein tiba-tiba berhenti bicara dan memandang Asuna, yang masih erat memelukku, dan tersenyum penuh arti.
"... Yah, anggaplah penderitaan sebagai cara lain untuk melatih dirimu, Kirito muda."
"Jadi, untukmu itu hanya masalah orang lain ...?"
Klein membungkuk dan menepukku di bahu, lalu berbalik dan berjalan ke arah sisa dari <The Army> yang selamat.
"Hei, kalian, bisakah kalian kembali ke markas kalian sendirian?"
Salah satu dari mereka mengangguk pada pertanyaan Klein. Dia adalah seorang anak yang terlihat seperti ia masih berada di usia remaja.
"OK. Beritahu atasan kalian apa yang terjadi di sini hari ini dan bahwa mereka tidak seharusnya melakukan sesuatu hal bodoh lagi. "
"Ya. ... ... Dan, err ... ... terima kasih."
"Terima kasih pada dia yang di sana."
Klein menunjukku dengan jempolnya. Para pemain dari The Army berdiri dengan gemetar, berbalik arah Asuna dan aku, yang masih di lantai, dan membungkuk dalam-dalam sebelum berjalan keluar ruangan. Begitu mereka sampai lorong, mereka menggunakan kristal mereka untuk teleport keluar satu demi satu.Setelah lampu biru pudar, Klein meletakkan tangannya di pinggul dan mulai berbicara.
"Yah, mari kita lihat ... Kami akan melanjutkan ke lantai 75 dan membuka pintu gerbang sana. Bagaimana denganmu? Kau bintang hari ini, apa kau ingin melakukannya? "
"Tidak, aku akan menyerahkannya kepadamu. Aku benar-benar capek. "
"Jika itu alasannya... berhati-hatilah dalam perjalananmu pulang. "
Klein mengangguk dan kemudian memberi isyarat kepada teman satu timnya. Keenamnya berjalan ke pintu besar di sudut ruangan. Dibalik itu seharusnya ada tangga ke lantai berikutnya. Pengguna Katana berhenti di depan pintu dan berbalik.
"Hei ... Kirito. Kau tahu ketika kau melompat masuk untuk menyelamatkan para anggota The Army ... "
"... Kenapa dengan itu?"
"Aku ... yah, benar-benar senang. Itu saja yang aku ingin katakan. Sampai ketemu lain waktu. "
Aku tidak mengerti apa yang ia katakan. Ketika aku memiringkan kepalaku, Klein memberiku acungan jempol, lalu membuka pintu dan menghilang melalui itu dengan grupnya.
Hanya Asuna dan aku yang tersisa di ruang besar bos . Api biru yang telah bergejolak dari lantai telah menghilang beberapa waktu lalu, dan suasana seram yang pernah memenuhi ruangan itu menghilang tanpa jejak. Cahaya lembut yang memenuhi jalan sekarang membanjiri ruangan ini juga. Tidak satu tanda pertempuran yang tersisa.
Aku mengatakan sesuatu kepada Asuna, yang masih menempatkan kepalanya di bahuku.
"Hei ... Asuna ...."
"... ... Aku begitu takut .... Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan ... ... jika kau mati. "
Suaranya gemetar lebih lemah dari yang pernah kudengar sebelumnya.
"... Apa yang kau bicarakan? Kau kan yang pertama kali menyerang masuk. "
Aku mengatakan hal ini saat aku meletakkan tanganku di bahu Asuna dengan lembut. Sebuah flag pelanggaran akan muncul jika aku memegangnya terlalu terang-terangan, tapi ini benar-benar bukanlah situasi dimana aku perlu khawatir tentang itu.Saat aku dengan lembut menariknya ke arahku, telingaku hampir saja ketinggalan suaranya yang kecil.
"Aku akan mengambil istirahat sejenak dari guild."
"Is, istirahat ... kenapa?"
"... Aku berkata bahwa aku akan menjadi satu tim denganmu untuk sementara waktu ... Apakah kau sudah lupa?"
Sesaat setelah aku mendengar hal itu...
Disuatu tempat di dalam hatiku, muncul suatu perasaan yang hanya bisa digambarkan sebagai kerinduan yang kuat. Bahkan itu mengagetkan ku.
Aku—solo player Kirito—adalah orang yang mengabaikan semua player demi menjaga diriku agar tetap hidup di dunia ini. Aku adalah pecundang yang telah berpaling dari teman satu-satunya dan melarikan diri 2 tahun lalu, pada hari saat semua ini dimulai.
Orang seperti diriku, yang bahkan tak punya hak untuk mengharapkan seorang rekan—apalagi sesuatu yang lebih dari itu.
Aku sudah menyadari hal ini dengan cara yang menyakitkan dan tak terlupakan. Aku telah bersumpah untuk tidak berharap lagi, tidak pernah merindukan perhatian orang lain.
Tapi-
Tangan kiri ku, yang sudah kaku, tidak ingin pergi dari bahu Asuna. Aku hanya tak bisa lepas dari kehangatan tubuh virtualnya
Aku mengubur konflik yang bertentangan ini dengan emosi yang tak bisa dijelaskan, dan kemudian menjawab dengan jawaban singkat.
“…baiklah.”
Setelah mendengar jawabanku, kepala Asuna mengangguk sedikit dibahuku.

Keesokan harinya.
Aku sudah bersembunyi di lantai dua di toko milik Agil sejak pagi ini. Aku duduk di bangku yang terbuat dari batu sambil dengan kaki menyilang dan meminum teh yang rasanya aneh, yang tidak bisa kupikir mungkin itu adalah produk gagal. Aku juga sedang dalam mood yang tidak baik.
Seluruh Algade — tidak, mungkin seluruh orang di Aincrad sedang sibuk membicarakan kejadian kemarin.
Penyelesaian sebuah lantai, yang berarti pembukaan sebuah kota baru, sudah cukup untuk memulai banyak sekali gosip. Tapi kali ini, berbagai rumor lain juga tercampur kedalamnya, seperti «Iblis yang membantai sepasukan anggota The Army» dan «Pengguna Pedang Ganda yang membunuh sang iblis sendirian dengan 50 serangan»… Seharusnya ada batas dimana orang bisa melebih-lebihkan sesuatu.
Entah bagaimana mereka telah menemukan dimana aku tinggal. Hasilnya, para pemain pedang dan penjual informasi berkumpul di rumahku sejak pagi. Akhirnya aku harus menggunakan kristal teleport untuk kabur.
“Aku akan pindah… Ke lantai yang sangat sepi, ke sebuah desa dimana mereka tidak akan pernah bisa menemukanku….”
Ketika aku menggumamkan keluhanku tanpa henti, Agil berjalan mendekatiku dengan sebuah senyuman.
“Hey, jangan seperti itu. Bukankah bagus menjadi terkenal untuk sekali dalam hidupmu. Kenapa kau tidak menyelenggarakan seminar saja? Aku akan mengurus tiket dan tempatnya…”
“Ga mungkin!”
Aku berteriak dan melempar gelas yang ada di tangan kananku, mengincar area yang berada 50cm di sebelah kanan kepala Agil. Tapi tanpa sadar aku melakukan gerakan yang mengaktifkan skill Melempar Senjata dan melemparkan gelas itu ke dinding dengan kecepatan tinggi. Gelasnya meninggalkan jejak cahaya sebelum mengenai dinding dengan suara yang kencang. Untungnya, ruangannya adalah benda yang tidak bisa dihancurkan, jadi tidak ada apapun yang terjadi selain munculnya tulisan «Immortal Object». Jika aku mengenai sebuah hiasan, benda itu pasti akan hancur.
“Ah, apa kau mau membunuhku!?”
Aku mengankat tangan kananku sebagai tanda minta maaf dan kembali bersandar di kursi setelah mendengar teriakan berlebihan yang dikeluarkan sang pemilik toko.
Agil sedang memeriksa harta yang kudapat dari pertarungan kemarin. Setiap beberapa lama dia mengeluarkan suara yang aneh, yang kemungkinan besar ada barang yang cukup berharga didalamnya.
Aku berencana untuk membagi rata uang yang kudapat dari menjual barang-barang itu pada Asuna, tapi ini sudah lewat batas waktu janji pertemuan dan dia masih belum datang. Aku sudah mengirimkannya sebuah pesan, jadi dia pasti tahu dimana aku sekarang…
Kami berpisah di jalan utama dari gerbang teleport lantai 74 kemarin. Dia berkata kalau dia akan mengajukan cuti dan pergi ke markas KoB di Grandum di lantai 55. Aku bertanya padanya jika aku harus ikut dengannya, mengingat masalah dengan Cradil dan yang lainnya. Tapi dia mengatakan kalau dia baik-baik saja dengan sebuah senyuman diwajahnya, jadi aku melupakan niatku.
Sudah 2 jam sejak waktu perjanjian. Jika dia telat seperti ini, apa itu berarti sesuatu telah terjadi? Tidakkah seharusnya aku pergi dengannya? Aku meminum teh yang ada di gelas dengan sekali teguk untuk menenangkan rasa khawatir ku.
Sesaat setelah aku meminum habis teh di poci teh yang ada di hadapanku, dan Agil menyelesaikan pemeriksaan item-item ku, aku mendengar suara langkah kaki berlari menaiki tangga. Kemudian, pintunya dengan cepat terbuka.
“Hey, Asuna…”
Aku hampir saja mengatakan "Kau terlambat" tapi aku menghentikannya. Asuna mengenakan seragamnya seperti biasa, tapi wajahnya pucat dan matanya menunjukkan rasa khawatir. Dia menaruh kedua tangannya di depan dadanya, menggigit bibirmnya dua atau tiga kali, dan kemudian berkata:
“Apa yang harus kita lakukan…Kirito…”
Dia memaksakan untuk mengeluarkan suara yang hampir terdengar seperti tangisan.
“Sesuatu…yang buruk telah terjadi…”

Setelah meminum sedikit teh yang baru dimasak, wajah Asuna sedikit kembali cerah dan dia mulai menjelaskan dengan sedikit ragu. Agil turun kembali ke lantai pertama setelah menyadari suasananya.
“Kemarin…setelah aku kembali ke markas di Grandum, aku melaporkan semua yang terjadi pada ketua guild. Kemudian aku mengatakan kalau aku ingin mengambil cuti dari guild dan kembali kerumah… Kupikir, aku akan mendapat izin selama pertemuan pagi rutinitas guild…”
Asuna, yang duduk di depanku, menurunkan matanya dan menggenggam dengan erat gelas teh nya sebelum melanjutkan pembicaraan.
“Ketua…berkata kalau aku bisa mengambil istirahat sejenak dari guild. Tapi ada satu syarat… Dia bilang kalau…dia ingin bertarung…dengan Kirito…”
“Apa…?”
Aku tidak dapat mengerti apa yang dia maksudkan selama beberapa saat. Bertarung…apa itu maksudnya sebuah duel? Apa hubungannya duel dengan Asuna mengambil cuti?
Ketika aku menanyakannya…
“Aku juga tidak tahu….”
Asuna menggelengkan kepalanya sambil melihat ke arah lantai.
“Aku sudah mencoba mengatakan padanya kalau tidak ada artinya melakukan hal itu…tapi dia tidak mau mendengarkan perkataanku…”
“Tapi…ini menyulitkan. Kalau orang itu tiba-tiba menyampaikan persyaratan seperti ini…”
Aku bergumam saat wajah dari ketua guild itu terbayang di pikiranku.
“Aku tahu. Ketua biasanya membiarkan kami saat kami merencanakan strategi untuk menyelesaikan sebuah lantai, apalagi kegiatan guild sehari-hari. Tapi aku tidak tahu kenapa kali ini dia…”
Meski ketua KoB punya kharisma yang luar biasa, yang menarik kekaguman bukan hanya dari seluruh anggota guildnya tapi juga hampir semua orang-orang yang berada di garis depan, dia tidak pernah memberikan instruksi ataupun perintah. Aku bertarung disampingnya beberapa kali dalam pertarungan melawan boss dan aku juga mengagumi kemampuannnya untuk mempertahankan barisan tanpa berkata apapun.
Pria seperti itu mengajukan keberatan dengan memberikan syarat untuk melakukan duel denganku, sebenarnya apa maksudnya ini?
Meski aku benar-benar kebingungan, aku berbicara untuk menenangkan Asuna
“…yah, ayo ke Grandum dulu. Aku akan mencoba berbicara langsung dengannya.”
“Ya… Maaf. Aku selalu membuatmu repot…”
“Aku senang melakukan apapun, karena kau adalah…”
Asuna melihat kearahku dengan berharap ketika aku berhenti ditengah kalimatku.
“…partnerku yang penting.”
Asuna mencibir dengan rasa tidak puas, tapi kemudian dia menunjukkan senyuman yang hangat.


Pria Terkuat, Legenda Hidup, Sang Paladin, dan lain-lain, ketua dari Knights of the Blood punya begitu banyak gelar hingga tidak bisa dihitung dengan tangan lagi.
Namanya adalah Heathcliff. Sebelum «Dual Blades» milikku diketahui secara luas, dia dikenal sebagai satu-satunya pengguna unique skill diantara enam ribu player di Aincrad.
Kemampuan ekstra miliknya menggunakan kombinasi dari sebuah pedang dan perisai, yang keduanya berbentuk salib, dan membiarkannya mengubah antara menyerang dan bertahan dengan bebas. Itu dinamakan «Holy Sword». Aku telah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri selama beberapa kali, dan menyadari kalau aspek yang paling menonjol dari skill itu adalah kekuatan bertahannya yang sangat hebat. Rumor mengatakan kalau tidak ada seorangpun yang pernah melihat HP nya masuk ke zona kuning. Selama pertarungan melawan boss di lantai 50 yang menyebabkan kematian banyak player, dia mampu menahan barisan sendirian selama lebih dari sepuluh menit. Hal itu masih menjadi topik pembicaraan yang populer hingga sekarang.
Tidak ada senjata yang bisa menembus perisai berbentuk salib milik Heathcliff.
Ini adalah salah satu pendapat yang diakui oleh sebagian besar orang di Aincrad.
Ketika aku sampai di lantai 55 dengan Asuna, aku merasakan rasa tegang yang tidak bisa dijelaskan. Tentu saja, Aku tidak ada keinginan untuk beradu pedang dengan Heathcliff. hanya ingin memintanya untuk mengabulkan permintaan Asuna untuk cuti sementara dari guild; hanya itu tujuanku.
Grandum, merupakan tempat tinggal di lantai 55, yang dijuluki «Kota Besi». Ini karena Grandum, tidak seperti kota-kota lainnya yang terbuat dari batu, hampir seluruhnya terdiri dari menara raksasa yang terbuat dari besi hitam yang mengkilap. karena kotanya memiliki banyak sekali blacksmith, populasi playernya lumayan tinggi. Tetapi, karena tidak ada pohon atau penghijauan di sekeliling jalan, itu memunculkan perasaan kalau kota ini dingin sekali saat angin musim dingin berhembus.
Kami datang melalui gerbang plaza dan melangkah sepanjang jalan yang terbuat dari lempengan besi yang ditempelkan dengan paku. Langkah kaki Asuna terlihat berat; mungkin itu karena dia takut dengan apa yang akan terjadi nanti.
Kami berjalan diantara menara-menara besi selama sekitar sepuluh menit hingga sebuah menara yang lebih besar berdiri dihadapan kami. Tombak besi menonjol keluar diatas gerbang yang sangat besar, dimana bendera putih dengan salib merah berkibar diantara angin yang dingin. Itu adalah markas dari guild Knights of the Blood.
Asuna berhenti didepanku. Dia melihat keatas menara selama beberapa saat dan berkata:
“Sebelumnya, markas kami adalah sebuah rumah kecil di desa yang berada dipinggir lantai 39 . Semua orang selalu protes kalau itu terlalu kecil dan ramai. Aku tidak menentang perluasan guild…tapi kota ini terlalu dingin, dan aku tidak menyukainya…”
“Ayo cepat selesaikan hal ini; lalu kita bisa mencari sesuatu yang hangat untuk dimakan.”
“Kau selalu berbicara tentang makanan.”
Asuna tersenyum dan menggerakkan tangan kirinya untuk menggenggam jari-jari tangan kananku dengan lembut. Dia sama sekali tidak melihat kearahku, yang kebingungan karena kelakuannya, dan berdiri seperti itu selama beberapa detik.
“Baiklah, pengisian selesai!”
Lalu dia melepaskan tanganku dan mulai berjalan menuju menara itu dengan langkah yang panjang. Aku buru-buru mengikutinya dari belakang.
Setelah menaiki tangga, kami mencapai dua buah gerbang yang terbuka lebar, meski ada seorang penjaga dengan armor berat dan sebuah tombak yang lumayan panjang di kedua sisi. Asuna berjalan mendekati mereka, hak dari sepatunya berbunyi setiap kali menyentuh lantai. Saat dia mendekati mereka, kedua penjaga itu memberi hormat dengan mengangkat tombak mereka dari atas tanah.
“Terima kasih atas kerja keras kalian.”
Dengan jawabannya yang tegas dan langkahnya yang percaya diri, sulit untuk mempercayai kalau dia adalah orang yang sama dengan gadis yang depresi yang berada di rumah Agil satu jam yang lalu. mengikuti Asuna dari belakang, aku melewati kedua penjaga itu dan masuk kedalam menara dengannya.
Seperti bangunan lainnya di Grandum, menara ini juga dibuat dari besi hitam. Lantai pertamanya terdiri dari lobby yang luas, tapi tidak ada seorangpun didalamnya sekarang.
Berpikir kalau bangunannya lebih dingin dibandingkan dengan jalan diluar, kami melangkah melewati lantai mosaik, yang dibuat dengan cermat dari berbagai jenis logam, dan mencapai sebuah tangga spiral.
Kami menaiki tangga itu; langkah kaki kami bergema sepanjang lorong. Tangganya menjulang tinggi sekali, orang dengan status vitality yang rendah pasti akan menyerah ditengah jalan. Setelah melewati begitu banyak pintu, aku mulai khawatir tentang berapa jauh lagi kami harus pergi. Lalu Asuna tiba-tiba berhenti didepan sebuah pintu besi yang dingin.
“Ini…?”
“Ya…”
Asuna mengangguk dengan ekspresi ragu diwajahnya. Tapi sepertinya dia segera mencapai keputusan. Dia mengangkat tangan kanannya, mengetuk pintunya dengan keras, dan membukanya tanpa menunggu jawaban. Aku mengedipkan mataku saat cahaya terang keluar dari ruangan tersebut.
Didalam adalah ruangan besar yang meliputi luas satu lantai dari menara ini. Dinding di keempat sisinya terbuat dari kaca transparan. Cahaya yang tersaring olehnya mewarnai ruangan dengan warna abu-abu monoton.
Sebuah meja setengah lingkaran berdiri ditengah ruangan; lima pria duduk di kursi dibelakangnya. Aku tidak pernah melihat keempat orang di samping, tapi aku mengenal dengan baik orang yang berada ditengah. Dia adalah sang Paladin Heathcliff.
Dia tidak terlihat begitu mengesankan. Umurnya kira-kira sekitar 25 tahun. Wajahnya tajam seperti seorang sarjana, dan sehelai rambutnya yang berwarna abu-abu mencuat keluar di keningnya. Jubah yang berwarna merah cerah menghiasi tubuhnya yang tinggi dan langsing itu membuatnya lebih terlihat seperti seorang penyihir yang tidak ada di dunia ini dibandingkan dengan seorang pemain pedang.
Tapi yang paling mencolok dari wajahnya adalah matanya. Matanya yang berwarna kuning misterius itu memancarkan aura kuat yang mampu menekan orang-orang. Ini bukan pertama kalinya aku bertemu dengannya; tapi sejujurnya, aku masih merasa terintimidasi.
Asuna berjalan mendekati meja, suara langkah dari sepatunya bergema, dan dia memberikan hormat ringan.
“Aku datang untuk mengatakan salam perpisahan untuk sementara.”
Heathcliff menunjukkan sebuah senyuman pahit dan berkata:
“Tidak perlu terburu-buru. Pertama-tama biarkan aku berbicara dengannya dulu.”
Dia melihat kearahku saat mengatakan hal itu. Aku menarik tudung kepalaku dan berdiri disamping Asuna.
“Apa ini pertama kalinya aku bertemu denganmu diluar pertarungan melawan boss, Kirito?”
“Tidak…kita pernah berbicara selama beberapa waktu saat pertemuan menyusun strategi di lantai 67.”
Aku menjawabnya dengan nada formal tanpa menyadarinya.
Heathcliff mengangguk sedikit dan menepukkan kedua tangannya diatas meja bersamaan.
“Itu adalah pertarungan yang sulit. Kami hampir mendapat beberapa kerugian di dalam guild. Bahkan meski mereka menyebut kami sebagai guild terhebat, Kami selalu kekurangan orang. Meski begitu sekarang kau mencoba untuk mengambil salah satu player terhebat kami yang berharga.”
“Jika dia begitu berharga, bagaimana kalau lebih memikirkan lagi dalam menyeleksi bodyguardnya?”
Pria yang duduk di paling kanan berdiri mendengar jawahbanku yang tajam, ekspresinya berubah. Tapi Heathcliff menghentikannya hanya dengan mengayunkan tangan saja.
“Aku sudah menyuruh Cradil untuk kembali kerumahnya dan merenungkan kesalahannya. Aku harus meminta maaf karena masalah karena telah merepotkanmu. Tapi, Kami tidak bisa diam dan membiarkanmu mengambil wakil ketua kami begitu saja. Kirito-”
Dia tiba-tiba menatapku; matanya yang tajam menunjukkan kehendak yang tak tergoyahkan dibaliknya.
“Jika kau ingin membawanya—menangkan dia dengan pedangmu, dengan «Dual Blades». Jika kau bertarung denganku dan menang, maka Asuna boleh pergi denganmu. Tapi jika kau kalah, maka kau harus bergabung dengan Knights of the Blood.”
“…”
Aku akhirnya merasa kalau aku bisa mengerti sedikit tentang pria misterius ini.
Dia adalah orang yang terobsesi dengan duel pedang. Terlebih lagi, Dia punya kepercayaan diri yang tak tergoyahkan dengan kemampuannya sendiri. Dia adalah orang yang tidak bisa membuang harga dirinya sebagai seorang gamer meski terjebak dalam game kematian ini. Dengan kata lain, dia sama sepertiku.
Setelah mendengar kata-kata Heathcliff, Asuna, yang diam sejak tadi, membuka mulutnya dan berbicara seperti dia tidak bisa menahannya lagi.
“Ketua, aku tidak bilang kalau aku ingin berhenti dari guild. Aku hanya ingin keluar sementara, untuk istirahat dan memikirkan tentang beberapa hal…”
Aku menaruh tanganku di pundak Asuna, yang kata-katanya telah menjadi semakin kesal, dan mengambil satu langkah kedepan. Aku menghadapi tatapan Heathcliff secara langsung, dan mulutku bergerak dengan sendirinya.
“Baiklah, jika kau ingin berbicara melalui pedang, maka aku tidak keberatan. Kita akan menentukan hal ini dengan sebuah duel.”

“Auu--!!! Bodohbodohbodoh!!!”
Kami kembali ke Algade, dilantai kedua toko Agil. Setelah mengusir si pemilik toko yang penasaran kembali ke lantai satu, aku mencoba menenangkan Asuna.
“Aku sudah berusaha keras untuk meyakinkannya, meski begitu kau mengatakan hal seperti itu!!!”
Asuna duduk diatas tempat untuk mengistirahatkan tangan dari kursi batu yang kududuki, dan menggunakan tangannya yang dikepalkan untuk menggiling kepalaku.
“Maaf! Maafkan aku! Aku mengikuti arus begitu saja dan…”
Dia akhirnya tenang setelah aku menggenggam tangannya dengan lembut; tapi sekarang dia cemberut. Aku harus menahan diriku dari tertawa melihat perbedaan besar antara kelakuannya di markas dan kelakuannya sekarang.
“Tenang saja. Kami telah memutuskan untuk menggunakan aturan serangan pertama, jadi tidak ada bahaya yang diikutkan. Selain itu, bukan berarti aku pasti akan kalah kan…”
“Uu~~~~…”
Asuna membuat sebuah suara marah dan menyilangkan kakinya yang panjang dan langsing diatas tempat mengistirahatkan tangan.
“…Ketika aku melihat «Dual Blades» milikmu, kupikir kalau skill mu berada di level yang sangat berbeda. Tapi itu sama seperti «Holy Sword» milik ketua… Bisa dibilang kalau kekuatannya cukup untuk menghancurkan keseimbangan game. Sejujurnya, aku tidak tahu siapa yang akan menang… Tapi apa yang akan kau lakukan? Jika kau kalah, tidak masalah jika aku tidak bisa mengambil cuti, tapi kau harus bergabung dengan KoB, Kirito.”
“Yah kau bisa bilang kalau aku masih bisa mencapai tujuanku, tergantung bagaimana kau memikirkannya.”
“Eh? Kenapa?”
Aku harus memaksa membuka mulutku untuk menjawabnya.
“Err, yah, selama…selama Asuna berada denganku, aku tidak masalah bergabung dengan guild.”
In the past, I would never have said something like this, even if it was to save my own life. Asuna’s eyes went wide with surprise, and her face turned as red as a ripe apple. Then, for some reason, she fell quiet, got up from the armrest, and walked over to the window.
Dari balik pundak Asuna, aku bisa mendengar suara Algade yang berada dibawah matahari terbenam yang terdengar setiap hari.
Apa yang baru saja kukatakan adala kenyataan, tapi aku masih merasa ragu untuk bergabung dengan sebuah guild. Ketika aku mengingat satu-satunya nama dari guild yang pernah kuikuti, yang sekarang sudah tidak ada lagi, sebuah rasa sakit yang menusuk terasa di hatiku.
‘Yah, aku tidak ada keinginan untuk kalah…’
Aku berpikir seperti itu, lalu bangun dari kursi dan berjalan mendekati Asuna.
Segera sesudah itu, Asuna mengistirahatkan kepalanya dengan lembut di pundak kananku.

Baca Online Light Novel Sword Art Online Jilid 1 : Aincrad Bab 11

                                 Bab 11


Keberuntungan tidak memihak pada kami, kami bertemu dengan sekelompok Lizardman di tengah jalan. Saat kami semua sampai di lantai teratas Labyrinth, sudah tiga puluh menit berlalu dan kami masih belum bisa mengejar para anggota The Army.
“Mungkin mereka sudah menggunakan kristal mereka untuk kabur?”
Klein berkata dengan bercanda, tapi tidak ada satupun dari kami yang mempercayai kalau mereka akan melakukannya. Sebagai hasilnya, tanpa sadar kami mempercepat langkah kami.
Ketika kami sudah setengah jalan, sebuah suara yang membuat rasa khawatir kami menjadi sungguhan bergema di dinding. Kami semua segera berhenti untuk mendengarkan.
“Ahhhh…”
Suara yang samar terdengar itu, tidak salah lagi, sebuah teriakan.
Tapi itu bukanlah teriakan monster. Kami semua melihat satu sama lain dan mulai berlari dengan cepat. Karena kami memiliki dexterity yang tinggi, Asuna dan aku berlari lebih cepat dibanding dengan yang lainnya, dan sebuah perbedaan jarak dengan cepat terbuka diantara kami dan grup Klein. Tapi ini bukanlah saat dimana kami bisa mengkhawatirkan hal itu. Kami berlari seperti angin melewati koridor yang bersinar biru berkebalikan dengan arah kami berlari tadi.
Dengan segera, dua pintu besar tadi terlihat di pandangan kami. Mereka sudah terbuka, dan kami bisa melihat api biru berkelap kelip serta sebuah bayangan besar bergerak perlahan didalam. Kami juga mendengar banyak suara teriakan dan logam yang berbenturan.
“Tidak…!”
Asuna berteriak dengan nada sedih dan mempercepat larinya. Aku mengikuti dengan dekat dibelakang. Kaki kami hanya sedikit menyentuh lantai, seperti kalau kami terbang di udara. Aku menyadari kalau kami sudah mencapai batas dari sistem support. Selama itu, tiang-tiang di kedua sisi gang terlewati oleh kami.
Ketika kami sudah berada di dekat pintu, Asuna dan aku dengan cepat mengurangi kecepatan kami. Percikan keluar dari sepatu kami, dan kami berhasil berhenti tepat di depan pintu masuk.
“Hey! Apa kalian baik-baik saja!?”
Aku berteriak dan mencondongkan tubuhku kedepan agar bisa melihat lebih jelas.
Di dalam—terlihat seperti neraka.
Api putih kebiruan menyala diseluruh lantai. Sebuah bayangan besar berdiri tepat ditengah semua ini, tubuhnya bersinar seperti terbuat dari logam. Itu adalah sang demon biru: The Gleameyes.
Saat The Gleameyes mengayun pedang yang berukuran sangat besar miliknya yang mirip dengan zanbato ke sekitarnya, sebuah napas api keluar dari mulutnya. Damage yang diterimanya masih belum mencapai sepertiga HPnya. Di baliknya, terdapat sekumpulan bayangan, ukuran mereka sangat kecil dibandingkan sang demon. Mereka adalah grup The Army, dan anggota mereka sibuk berlarian untuk menyelamatkan nyawa mereka sendiri.
Mereka tidak sanggup berpikir lagi untuk berbicara. Aku memeriksa jumlah mereka dan segera menyadari kalau dua dari mereka menghilang. Bagus kalau mereka telah lari dengan menggunakan teleport item, tapi-.
Ketika aku memikirkannya, salah satu dari mereka terkena sisi dari zanbato dan terpental ke udara. HPnya telah memasuki zona merah. Aku tidak tahu kenapa bisa jadi seperti ini, tapi demon itu sekarang berada diantara anggota The Army dan pintu keluar, dan sebagai hasilnya mereka tidak bisa kabur. Aku berteriak kearah player yang terjatuh.
“Apa yang kau lakukan!? Cepat gunakan teleport item!”
Pria itu melihat kearahku. Wajahnya memantulkan warna kebiruan dari api disekelilingnya dan penuh dengan keputus asaan. Lalu dia berteriak kearahku:
“Itu tidak berguna…! K-kristal nya tidak bekerja!!”
“Wha…”
Aku tidak bisa mengatakan apapun. Apakah itu berarti kalau ruangan ini adalah <Anti-Crystal Area>? Itu adalah sebuah jebakan langka yang muncul di dungeon beberapa kali, tapi itu tidak pernah muncul di ruangan boss hingga sekarang.
“Bagaimana itu bisa…!”
Asuna bernapas dengan cepat. Di situasi ini kami tidak bisa menerjang begitu saja untuk menyelamatkan mereka. Kemudian, seorang player di balik demon itu mengeraskan suaranya dan berteriak.
“Apa yang kau katakan!! Kata melarikan diri tidak berlaku bagi The Liberation Army!! Lawan!! Kubilang lawan!!”
Itu tidak salah lagi adalah suara Cobert.
“Kau brengsek!”
Aku berteriak. Bukti kalau dua orang telah menghilang didalam area tanpa-kristal —itu berarti mereka telah mati, telah menghilang dari dunia ini untuk selamanya. Itu adalah hal yang harus dihindari apapun yang terjadi, dan si bodoh ini masih mengatakan hal seperti itu? Aku merasakan darahku mendidih karena amarah.
Lalu Klein dan party nya tiba.
“Hey, apa yang terjadi!?”
Aku dengan cepat memberitahu situasi ini padanya. Ketika dia mendengarnya, ekspresi Klein menjadi gelap.
“Apa…apa tidak ada sesuatupun yang bisa kita lakukan…?”
Kita mungkin bisa berlari kedalam dan membuka jalan keluar bagi mereka. Tapi karena kami tidak bisa menggunakan kristal diruangan ini, kami tidak bisa mengabaikan kemungkinan kalau salah satu dari kami bisa mati. Kami tidak mempunyai cukup orang untuk melawan. Ketika aku susah payah memikirkan jalan keluarnya, Cobert entah bagaimana berhasil membuat para anggotanya berbaris lagi dan berteriak.
“Serbu-!”
Dua dari sepuluh orang telah kehilangan hampir seluruh HP mereka dan berbaring di lantai. Kedelapan orang lainnya berbaris empat-empat dengan Cobert ditengahnya, yang memimpin penyerbuan dengan pedangnya yang terangkat tinggi.
“Jangan-!!”
Tapi suaraku tidak mencapai mereka.
Itu adalah serangan yang sia-sia. Jika mereka berlari menerjang bersamaan, mereka tidak akan bisa menggunakan sword skills mereka dengan benar dan hanya akan menambah kekacauan. Mereka harus bertarung secara bertahan, bergantian satu-satu untuk memberikan damage, dan dengan cepat melakukan switching ke anggota yang selanjutnya.
Demon itu berdiri dengan tegak dan mengeluarkan auman yang mengguncangkan lantai sebelum menghembuskan api yang sangat terang. Sepertinya apinya dihitung sebagai serangan yang memberikan damage, dan mereka berdelapan melambat ketika api biru itu menyelimuti mereka. Sang demon mengambil kesempatan itu dan mengayunkan pedang besarnya. Tubuh seseorang terpental ke udara, terbang melewati kepala sang demon, dan kemudian terjatuh dengan keras ke tanah didepan kami.
Itu adalah Cobert.
HPnya telah menghilang sepenuhnya. Dengan ekspresi yang sepertinya tidak mengerti situasi, dia perlahan menggerakkan mulutnya.
-Ini mustahil.
Ucapnya tanpa bersuara. Lalu, dengan sebuah sound effect yang mengerikan yang menusuk jiwa kami, tubuhnya pecah menjadi sebuah pusaran yang terbuat dari polygon. Disampingku, Asuna mengeluarkan teriakan singkat melihat kematiannya yang sia-sia.
Dengan pemimpin mereka yang telah tiada, anggota The Army segera menjadi ribut. Mereka berlari kesana kemari sambil berteriak. Semua HP mereka sudah dibawah setengahnya.
“Tidak…tidak…tidak lagi…”
Ketika aku mendengar suara Asuna yang menegang, Aku melirik kesamping kearahnya. Aku segera mencoba untuk menarik tangannya...
Tapi aku terlambat.
“Tidak-!!”
Dengan teriakan ini, Asuna berlari seperti angin. Dia mengeluarkan rapier nya dan menerjang kearah The Gleameyes seperti kilatan cahaya.
“Asuna!!”
Aku berteriak. Tanpa ada pilihan lain, aku menarik pedangku dan mengikutinya.
“Eh, apa boleh buat!!”
Klein dan party nya kemudian berteriak dan mengikuti kami.
Serangan ceroboh Asuna mengenai punggung demon itu ketika perhatiannya mengarah ke anggota The Army. Tapi HPnya hampir tidak berkurang sama sekali.
The Gleameyes itu mengaum, kemudian berbalik kebelakang dan mengayunkan zanbato miliknya kebawah. Asuna segera melangkah kesamping untuk menghindar, tapi dia tidak bisa menghindar sepenuhnya dan terjatuh karena guncangannya. Serangan kedua mengarah kepadanya tanpa menunggunya bersiap-siap.
“Asuna-!!”
Aku merasa tubuhku mendingin karena takut ketika aku berdiri mencegah diantara Asuna dan pedang itu. Pedangku tepat waktu menahan serangannya. Lalu, aku merasakan efek benturan itu diseluruh tubuhku saat guncangannya mengenaiku.
Saat percikan keluar dari kedua pedang, pedang demon itu mengenai lantai hanya beberapa cm dari Asuna. Pedangnya membuat sebuah lubang besar dilantai dengan sound effect yang seperti ledakan.
“Mundur!”
Aku berteriak dan bersiap untuk serangan selanjutnya. Pedangnya datang kearahku berkali kali dengan tenaga yang kuat seperti kalau itu akan mencabut nyawaku dengan satu serangan. Tidak ada satupun celah bagiku untuk melakukan counterattack.
Teknik The Gleameyes berdasar kepada two-handed sword skill. Tapi mereka agak sedikit diubah, yang membuat mereka sulit untuk dibaca. Aku berkonsentrasi penuh untuk bertahan dengan menghindar dan menangkis. Tapi serangan-serangannya sangat kuat dan mengurangi HP ku setiap ayunannya.
“Argh!!”
Akhirnya, satu dari serangannya mengenai tubuhku dengan tepat. Aku merasakan efek benturan yang mengejutkanku, dan HP ku berkurang banyak.
Equipment dan skill ku jauh dari tank player. Jika ini terus berlanjut, itu hanya akan membawaku kearah kematian. Ketakutan akan kematian membuat tubuhku menggigil. Aku bahkan tidak bisa lagi mencoba untuk kabur.
Hanya ada satu hal yang bisa kulakukan. Aku harus melawannya dengan semua yang kupunya sebagai seorang damage dealer.
“Asuna! Klein! Berikan aku sepuluh detik!”
Aku berteriak dan mengayunkan pedangku dengan keras untuk menangkis serangan musuh dan membuat sebuah break point. Lalu aku melompat kesamping dan berguling. Klein segera menggantikan posisiku dan menahan demon itu dengan katananya.
Tapi katana Klein dan rapier Asuna adalah senjata yang mengandalkan kecepatan jadi mereka kekurangan berat. Aku sadar kalau itu tidak mudah bagi mereka untuk menahan zanbato demon itu. Sambil berbaring di lantai, aku membuka menu dengan tangan kiriku.
Aku tidak boleh membuat kesalahan sedikitpun sekarang. Dengan jantungku yang berdetak dengan kencang, aku mulai menggerakkan jari tangan kananku. Aku membuka item list ku, mengambil sesuatu didalamnya, dan mengequip nya di tempat kosong di profil equipment ku. Lalu aku membuka skill window dan mengganti weapon skill ku.
Setelah menyelesaikan semua itu, aku menyentuh tombol OK dan menutup windownya. Aku memastikan berat tambahan dipunggungku, kemudian mengangkat kepalaku dan berteriak:
“Aku selesai!!”
Aku melihat Klein terkena serangan sekali, dan HP nya berkurang saat dia melangkah mundur. Biasanya, dia bisa menggunakan crystal untuk menyembuhkan dirinya, tapi itu tidak bisa dilakukan di ruangan ini. Sekarang, Asuna sedang bertarung dengan demon itu, dan dalam beberapa detik saja HP nya telah berkurang lebih dari setengah dan berubah kuning.
Setelah dia mendengarku, Asuna mengangguk tanpa melihat kearahku dan mengeluarkan teriakan pendek sebelum melakukan skill menusuk.
“Yaaaa!”
Sebuah melayang diudara dan mengenai senjata The Gleameyes, membuat percikan keluar dari pedangnya. Saat terdengar sebuah suara keras, jarak diantara Asuna dan demon itu melebar.
“Switch!!”
Aku tidak melewatkan kesempatan itu dan menerjang lurus kearah musuhku. Demon itu dengan cepat sadar dari effect stun dan mengangkat pedangnya tinggi di udara. Dengan pedang ditangan kananku, aku menangkis pedang demon itu yang turun bersamaan dengan jejak pedang yang seperti api. Lalu aku menggapai punggungku dengan tangan kiriku dan menggenggam pegangan pedang baru. Aku menarik pedangku dan menusuknya dengan satu gerakan lancar. HP demon itu terlihat berkurang saat serangan telak pertama mengenai tubuhnya
“Kwuaaaaa!”
Demon itu mengaum dengan amarah dan mencoba melakukan serangan menebas kebawah lagi. Kali ini, aku menyilangkan kedua pedangku dan menangkisnya sepenuhnya. Saat posturnya tidak seimbang, aku mencoba untuk menghentikan gaya bertahanku dan melakukan sebuah combo attack.
Tangan kananku menebas dengan horizontal kearah perut demon itu. Pedang ditangan kiriku segera mengikuti untuk menebas secara vertikal ke tubuhnya. Kanan, kiri, lalu kanan lagi. Aku mengayunkan pedangku seakan saraf di kepalaku memasuki keadaan sangat cepat. Suara dari logam yang beradu terdengar keras satu demi satu ketika api-api putih berkelap-kelip di udara.
Ini adalah extra skill yang telah kusembunyikan, <Dual Blades>, dan teknik yang kugunakan adalah sword skill tingkat tingginya yang disebut <Starburst Stream>, sebuah combo serangan 16-hit.
“Ahhhhh!!”
Tanpa memperhatikan beberapa serangan yang berhasil ditahan oleh pedang demon itu, aku terus berteriak saat aku terus menyerang tanpa henti dengan pedangku. Mataku memanas, dan penglihatanku hanya melihat demon itu. Meskipun pedang demon itu masih mengenai tubuhku beberapa kali, benturannya terasa seperti itu terjadi di dunia lain yang jauh. Sementara itu, adrenaline terus mengalir diseluruh tubuhku, dan gelombang otakku meningkat setiap kali pedangku mengenai sasaran.
Lebih, lebih cepat. Ritme seranganku sudah melampaui dua kali kecepatan normalnya, tapi itu masih terasa sangat lambat dihadapan indra ku yang dipercepat. Aku meneruskan seranganku dengan kecepatan yang sepertinya telah melebihi bantuan sistemnya.
“…ahhhhhhhhh!!”
Dengan teriakan itu aku mengeluarkan serangan terakhir dari combo 16-hit ku, yang menusuk dada The Gleameyes.
“Kkaaaaaaahh!!”
Ketika indra ku kembali normal, aku sadar kalau bukan hanya aku yang berteriak. Demon raksasa itu mengaum kearah atap dengan napasnya yang berhembus keluar dari mulut dan hidungnya.
Lalu tubunya berhenti bergerak, dan saat itu aku menyadari kalau-
The Gleameyes pecah menjadi pecahan biru yang tak terhitung jumlahnya. Sisa-sisa dari cahaya biru menghujani seluruh ruangan.
Ini sudah…berakhir…?
Merasa pusing dari efek samping setelah pertarungan, aku mengayunkan kedua pedangku sekali lagi sebelum menyarungkan mereka ke sarungnya yang berada di pundakku. Aku segera memeriksa HP ku. Ada satu garis merah dengan beberapa titik yang tersisa. Ketika aku melihat kearah HP ku tanpa mempedulikannya, tiba-tiba aku merasa kalau kekuatan menghilang dari tubuhku dan terjatuh kelantai tanpa mengeluarkan suara.
Penglihatanku menjadi kabur dan gelap.